Keterangan Gambar : Kaprodi Hukum Unigoro, Gunawan Hadi Purwanto, SH., MH.
BOJONEGORO
– Tiktok Shop resmi berhenti beroperasi di Indonesia pada Rabu (4/10/2023)
pukul 17.00. Lantas apakah seller atau pelaku UMKM yang merasa dirugikan
bisa melakukan upaya hukum? Berikut petikan wawancara dengan Ketua Program
Studi (Kaprodi) Hukum Universitas Bojonegoro (Unigoro), Gunawan Hadi Purwanto,
SH., MH., dengan redaktur website Unigoro.
Redaktur
(R): Apakah ada upaya yang bisa dilakukan oleh seller Tiktok Shop yang merasa
dirugikan?
Gunawan (G): Kalau dari perspektif hukum, bagi pelaku UMKM yang merasa dirugikan bisa memperkarakan atau mempersoalkan dalam konteks uji materi Permendag (Peraturan Menteri Perdagangan) Nomor 31 Tentang Perizinan Berusaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik. Permendag itu kan termasuk peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang, Ketika ada indikasi bertentangan dengan peraturan yang ada di atasnya, itu boleh dan berhak diajukan uji materi ke MA. Tapi ada klausul pertentangannya atau tidak dengan Permendag?
R:
Tapi pada akhirnya pemerintah tetap menutup Tiktok Shop?
G: Faktanya seperti itu. Nampaknya Tiktok sepakat dengan Permendag, masak pedagang nggak sepakat? Kalau dari Tiktok pusat menyatakan iya tunduk dan taat, lalu akan memisahkan model perdagangannya dari e-commerce dan media sosial, akhirnya pedagang bisa apa? Berarti kontekstual domainnya ada di Tiktok.
R: Berarti yang harus uji materi Tiktok pusat atau pelaku
UMKM?
G: Kalau secara kedudukan hukum ya Tiktok-nya. Karena yang dirugikan secara langsung Tiktok, yang berperan sebagai wadah para pedagang sekaligus mengakomodir kepentingan para pedagang. Harusnya pedagang di luar Tiktok juga bisa menyesuaikan perkembangan cara berdagang. Tapi sepertinya berat. Jalan tengahnya, Tiktok mau nggak mau harus bikin aplikasi terpisah antara e-commerce dan media sosial.
R: Pelaku
UMKM semakin bertambah banyak, apakah mereka mendapat perlindungan hukum dari
pemerintah?
G : Lebih dari 65 Juta pelaku UMKM di Indonesia sudah dipayung hukumi dengan UU Cipta Kerja. Karena UMKM ini menjadi potensi perekonomian nasional yang begitu menjanjikan. Dengan viralnya pro dan kontra Tiktok Shop, lalu ditutup dengan Permendag Nomor 31 Tahun 2023, mereka (UMKM) tetap dilindungi. Tapi permasalahannya adalah bagaimana cara mempertahankan eksistensi perdagangan mereka? Apakah dengan tidak adanya Tiktok Shop bisa mendongkrak omzet penjualan?
R: Bentuk perlindungannya seperti apa?
G: Contohnya, UMKM diberi kemudahan boleh mendirikan PT (perseroan terbatas) dengan satu orang direktur. Tidak seperti di UU sebelumnya, PT harus dibentuk minimal dua orang. Itu salah satu bentuk supaya mereka punya akses pemodalan yang besar dan tetap survive. Tidak cukup jika Tiktok Shop dibatasi, lalu UMKM di luar platform itu bisa berkembang pesat. Meskipun ada pengaruhnya tapi nggak signifikan. Mau nggak mau pedagang harus menyesuaikan.
R:
Ada isu jika penutupan Tiktok Shop karena ada salah satu e-commerce yang merasa
tersaingi. Kemudian ada isu politis juga. Benarkah seperti itu?
G: Kalau kaitannya dengan isu persaingan usaha yang cenderung dimonopoli salah satu pihak, itu sudah jadi rahasia umum. Ada salah satu e-commerce yang sudah popular, tapi adanya Tiktok Shop dengan cara menarik, jadi banyak orang yang beralih. Karena tidak sekedar pilih barang dan beli. Tapi ada interaksi secara virtual antara pedagang dan pembeli.
R:
Tiktok awalnya hanya media sosial. Lalu di tengah jalan memutuskan untuk jadi
e-commerce juga, apakah itu menyalahi aturan hukum?
G:
Kalau bikin platform bercabang sih sebenarnya sepanjang tidak menyalahi
regulasi ya tidak masalah. Di Permendag Nomor 31 Tahun 2023 itu kan
perijinannya secara kompleks sudah dibahas. Sepanjang syarat administratif
sudah memenuhi tidak masalah. Punya cabang bisnis usaha dari satu company
itu sah-sah saja. (din)
Tulis Komentar