Akademisi FISIP Unigoro Dorong Partisipasi Perempuan di Kancah Politik
Akademisi FISIP Unigoro Dorong Partisipasi Perempuan di Kancah Politik

BOJONEGORO – Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Bojonegoro (Unigoro) menggelar pendidikan politik untuk perempuan di Sekretariat DPC Iwapi (Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia) Bojonegoro, Selasa (19/11/24). Kaum hawa termasuk dalam kelompok pemilih rentan. Namun mereka juga memiliki kesempatan berpartisipasi di kancah politik sebagai calon.

Akademisi FISIP Unigoro, Dr. Rupiarsieh, M.Si., menerangkan, sejak tahun 2000 pemerintah telah mengatur kuota keterwakilan perempuan di lembaga legislatif minimal 30 persen. Kenyataan di lapangan, kuota tersebut belum bisa terpenuhi. Bahkan hasil Pemilu Serentak 2019 hanya ada lima perempuan di kursi DPRD Bojonegoro. Sedangkan di Pemilu Serentak 2024 hanya ada sembilan perempuan dari jumlah total 50 kursi. “Maka pendidikan politik kepada perempuan diperlukan agar mereka tidak hanya berperan sebagai pemilih. Tetapi menyiapkan diri sebagai calon atau orang yang dipilih. Mengingat kebutuhan perempuan adalah kebutuhan eksklusif. Jadi harus diperjuangkan oleh kaum perempuan itu sendiri,” terangnya.

Rupiarsieh melanjutkan, agar kepentingan para perempuan bisa diakomodir oleh pemerintah sudah semestinya lebih banyak keterwakilan kaum hawa di lembaga legislatif maupun eksekutif. Dia merasa prihatin karena jumlah wakil rakyat perempuan di DPRD Bojonegoro hanya ada sembilan orang. Hadirnya dua calon wakil bupati (cawabup) perempuan yang akan berkontestasi di Pilkada Bojonegoro 2024 juga menjadi angin segar tersendiri di tengah masyarakat. “Bagi perempuan-perempuan yang punya basis suara dan kemampuan jangan hanya dibiarkan. Mulailah dari Pemilu tahun ini bagaimana caranya bisa menciptakan pesta demokrasi yang ramah terhadap perempuan. Setidaknya bisa bertindak sebagai pengawas atau pelaksana. Keberadaan perempuan di setiap tahapan Pemilu sangat penting,” paparnya.

Pengamat politik yang tinggal di Surabaya ini juga mengajak para wanita untuk menduduki jabatan politik. Agar mereka tidak hanya menikmati pembangunan, melainkan sebagai perumus pembangunan. “Kalau perencanaan pembangunan dilakukan bersama, pasti kebijakannya ramah dan tidak ada pihak yang termarjinalkan,” pungkas Rupiarsieh. (din)



Tulis Komentar

(Tidak ditampilkan dikomentar)